Pernyataan seperti ini kelihatannya
sangat tendensius, seolah-olah mencibir mereka yang hobinya membeli
teknologi terkini. Katakanlah gadget atau gawai yang kadang juga
disebut gizmos. Bagi penggemar gadget, bukan saja selalu mencari
pekembangan terkini namun sering dibarengi dengan sifat konsumtif yang
berlebihan. Baru saja membeli Apple iPhone 2g udah bosen pengen iPhone
3g, ehh baru juga tukar tambah iPhone 3g udah nanya-nanya soal Iphone 3
GS bahkan 4. Bingung saya, ini hobi atau apa namanya hehe.
Pengalaman ini sebenarnya ada pada
anak-anak kita, yang kadang merengek untuk dibelikan teknologi terkini.
Bagi yang punya duit lebih dan suka memanjakan anak, mungkin merasa ga
masalah. Namun bagaimana dengan orang tua lain, ada yang rela kredit
sana-sini hanya untuk memenuhi keinginan anak. Kalo sudah begini saya
bilang sudah salah kaprah. Walau memang masing-masing orang tua memiliki
hak masing-masing tetapi cara seperti ini kurang tepat.
Seorang Profesor yang dekat dengan saya,
pak DS namanya, Kebetulan adalah pecinta gadget dan saya sering
menjulukinya “gila” teknologi. Kami berdua biasanya kerja lembur hingga
larut malam atau sekedar berdiskusi. Di ruang kerja yang luasnya
kira-kira 10 x 6 m selain terdapat 4 PC, dan 6 buah
laptop/notebook/MacBook yang terbuka diatas meja yang mengelilingi
sebagian tembok ruangan. Belum lagi diatas meja kerjanya yang cukup
besar, 2 buah ipad dan 1 MacBook kesayanganya. Di ujung ruangan
terdapat Plasma TV ukuran besar yang terhubung dengan VAIO Home Theater PC yang dilengkapi dengan WiFi dan Blu-ray player. Fasilitas ini selain digunakan untuk hiburan (home theater ), juga digunaakn untuk presentasi dan video conference.
Semua perangkat teknologi yang dimiliki
Prof. DS tersebut, terhubung dengan jaringan local maupun internet.
Itu baru yang terlihat, yang ga terlihat (disimpan) masih banyak lagi.
Untuk jenis ponsel saja, saya ga bisa lukisakan dengan kata-kata,
terlalu banyak jenis yang dimilikinya. Banyak teman yang masuk ruangan
kerja ini, membayangkan seperti masuk ke sebuah showroom
komputer. Jangan ditanya darimana beliau mendapatkan semuanya, sangat
bisa dimaklumi karena dosen kawakan ini adalah dosen yang cukup punya
nama untuk wilayah Asia. Jadi bagi saya, hobi beliau sejalan dengan
kebutuhan beliau untuk terhubung dengan berbagai orang/client dari
berbagai belahan dunia. Secara kemampuan dan tujuan penggunaan dapat
saya pahami, hanya saja kalo mau dipikir agak “berlebihan” karna
terlalu banyak hahaha, maaf prof.
Berbeda dengan pak DS. Seorang kenalan
saya, presiden direktur perusahaan terbuka (TBK) yang begerak di bidang
pertambangan. Sebut saja beliau pak CH. Walupun bergelimpangan harta,
ponsel yang dimilikinya Nokia seri N72 atau N73, saya lupa pastinya.
Sedangkan laptop yang dimilikinya hanya sebuah laptop “butut” kesayangan
dengan teknologi AMD Processors. Dalam perjalanan bersama ke
Singapura, pak DS sempat mengejek pak CH menggunakan HP “pembokat”,
mendengarnya saya tertawa. Dengan santainya pak CH, hanya menjawab, biar
ga gila teknologi ia bisa menghasilkan uang kapan saja yang dia mau.
Saya maklum sahamnya ada dimana-mana. Nah untuk ukuran pak CH ini, dia
menyadari benar keterbatasannya menggunakan perangkat teknologi. Mungkin
karena memiliki banyak asisten dan karyawan berkelas, dia ga perlu
bersusah payah untuk meminta data apapun yang ia inginkan. Tapi
bagaimana dengan gengsi ? Pak CH ini ga peduli, gayanya yang sederhana
dan bersahaja ia ga keberatan untuk menenteng laptop “butut”-nya atau ga
malu-malu berbicara di depan umum dengan HP yang dijuluki “pembokat”
oleh pak DS tadi.
Berbeda lagi ceritanya, ketika saya
bertugas sebagai konsultan salah satu pemda. Pada saat mengevaluasi
rencana anggaran daerah, saya sempat bertanya mengenai anggaran
pengadaan perangkat teknologi, khususnya PC yang selalu ada setiap
tahun. Dengan enteng kepala Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE)
mengatakan bahwa memang setiap tahun diadakan peremajaan perangkat
teknologi. Saya cukup tercengang, apalagi melihat data pengadaan bukan
untuk dinas atau kantor yang berurusan dengan hal teknis. Untuk
pengolahan administrasi saja perlu pengadaan baru. Bahkan untuk “tukang
ketik” yang hanya mengeluarkan surat-surat dinas, ngotot untuk PC
miliknya diganti dengan PC baru dengan teknologi terkini.
Lha, wong keluarannya cuman surat,
dikasih jenis apapun ya keluarnya juga surat. Memangnya buat apa ?
Setelah diintip kesehariannya, ternyata diinstalin game untuk mengisi
waktu kosong. Kalo ditanya, jawabanya pun enteng, “dari pada kelayapan
bolos keluar kantor, mendingan maen game pak !” Bukan maen tingkah pola
pegawai negeri ini. Pantas saja uang rakyat terkuras habis cuman untuk
pengadaan yang ga tepat guna, yang dibeli bukan manfaatnya namun sekedar
“gaya” atau gengsi semata. “Malu pak, komputer dinas lain
canggih-canggih.!” Katanya. Hadeh.. Tepok jidat.
Saya ga tau anda mirip yang mana ?
Jangan-jangan punya PC atau Laptop canggih, bisanya cuman MS Word, atau
ujung-ujungnya cuman Facebook, internet ria atau game. Ups… itu hak anda
masing-masing. Uang yang digunakan adalah uang anda. Bukan itu maksud
saya. Saya hanya ingin meyoroti kebiasaan konsumtif dalam pemenuhan
teknologi terkadang hanya untuk memenuhi “gaya hidup” atau sekedar
gengsi. Seolah-olah tanpa memiliki terknologi terkini, kita dianggap
bukan manusia modern dan ketinggalan jaman. Lebih repot lagi, kalo
sampai ada yang mengukurnya sebagai perbedaan kelas sosial.
Bagi anda yang sekarang sedang merenung
untuk memiliki teknologi terbaru, pertimbangkan masak-masak. Teknologi
ga dapat mengangkat harkat dan martabat anda. Perangkat teknologi tak
lebih hanya sebuah alat yang digunakan untuk memudahkan kita bekerja
atau berkomunikasi. Ga perlu yang muluk-muluk. Kalo perangkat yang
sekarang sudah dapat membantu anda secara maksimal, pertahankan untuk
beberapa tahun lagi. Alokasikan recana pengeluaran untuk keperluan yang
lebih penting atau menabunglah. Namun bagi anda yang sudah memutuskan
untuk membeli, pergunakan semaksimal mungkin untuk menghasilkan nilai
tambah untuk anda. Entah dalam menghasilkan uang atau meningkatkan
performance kerja anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar